Tiga tahun yang lalu saat masih
menjadi finalis sebuah duta pariwisata di kota Tasikmalaya , saya berkesempatan
mengunjungi sebuah perkampungan yang menjadi aset kebudayaan Tasikmalaya yaitu Kampung Naga. Sebagai finalis duta
pariwisata tentunya saya dituntut untuk lebih mengenal , mendalami pariwisata
kota Tasikmalaya. Ini adalah pengalaman berharga untuk saya dan sudah menjadi
tugas saya untuk memperkenalkan budaya kampung naga kepada khalayak luar.
Kampung Nada adalah sebuah kampung
wisata yang masih memegang teguh adat istiadat kebudayaan leluhurnya, yaitu
adat Sunda. Terletak di perbatasan antara Garut dan Tasikmalaya tepatnya Desa
Neglasari,
Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat. Keadaan udara
yang masih segar, berada didekat lembah
dan tanah yang subur menjadikan tempat ini begitu indah, tentu saja kampungnaga
dikeliling oleh tumbuhan hijau, terdapat sebuah hutan kramat yang masih virgin yang didalam hutan tersebut
konon terdapat sebuah makam leluhur kampung Naga, tuhan ini menjadi batas
kampung naga sebelah barat, sedangkan sisebah selatan kampung naga dibatasi
oleh sawah-sawah yang membentang luas, dan sebelah timur dan utara dibatasi
oleh Ci Wulan sebuah kali yang bersumber dari Gunung Cikuray Garut.
Untuk bisa memasuki kampung budaya ini
kita harus meuruni ratusan anak tangga yang tentunya sudah ditembok , kemudian
kita harus melalui jalan setapak menyusuri sungai Ciliwung, barulah kita bisa
sampai di kampung yang sangat indah ini, meskipun agak sedikit cape namun semua
bisa terbayar dengan keindahan dan ketenangan yang bisa kita dapatkan.
Yang menarik dari kampung ini adalah
bentuk rumah yang hampir semuanya sama, semua rumah masyarakat Kampung Naga harus panggung,
bahan rumah dari bambu dan kayu. Atap rumah harus dari daun nipah, ijuk, atau
alang-alang, lantai rumah harus terbuat dari bambu atau papan kayu. Rumah harus
menghadap kesebelah utara atau ke sebelah selatan dengan memanjang kearah
Barat-Timur. Dinding rumah dari bilik atau anyaman bambu dengan anyaman sasag.
Rumah tidak boleh dicat, kecuali dikapur atau dimeni. Bahan rumah tidak boleh
menggunakan tembok, walaupun mampu membuat rumah tembok atau gedung (gedong).
Rumah tidak boleh dilengkapi dengan perabotan, misalnya kursi, meja, dan tempat
tidur. Rumah tidak boleh mempunyai daun pintu di dua arah berlawanan. Karena
menurut anggapan masyarakat Kampung Naga, rizki yang masuk kedalam rumah melaui
pintu depan tidak akan keluar melalui pintu belakang. Untuk itu dalam memasang
daun pintu, mereka selalu menghindari memasang daun pintu yang sejajar dalam
satu garis lurus.
Masyarakat
kampung naga mayoritas memeluk agama islam dan religius, namun merekapun masih
mempercayai adat istiadat yang diturunkan oleh leluhurnya. Meskipun mereka
berkeyakinan agama islam, syariat islam yang dijalankan memiliki perbedaan
dengan islam yang lainnya. Bagi masyarakat Kampung Naga dalam menjalankan
agamanya sangat patuh pada warisan nenek moyang. Umpanya sembahyang lima waktu:
Subuh, Duhur, Asyar, Mahrib, dan salat Isa, hanya dilakukan pada hari Jumat.
Pada hari-hari lain mereka tidak melaksanakan sembahyang lima waktu. Pengajaran
mengaji bagi anak-anak di Kampung Naga dilaksanakan pada malam Senin dan malam
Kamis, sedangkan pengajian bagi orang tua dilaksanakan pada malam Jumat. Dalam
menunaikan rukun Islam yang kelima atau ibadah Haji, mereka beranggapan tidak
perlu jauh-jauh pergi ke Tanah Suci Mekkah, namun cukup dengan menjalankan upacara Hajat
Sasih yang waktunya bertepatan dengan Hari Raya Haji yaitu setiap tanggal 10
Rayagung (Dzulhijjah). Upacara Hajat Sasih ini
menurut kepercayaan masyarakat Kampung Naga sama dengan Hari Raya Idul Adha dan Hari Raya Idul Fitri. Dapat kita saksikan sendiri,
kultur Islam di Kampung Naga yang berbeda sungguh amat sangat disayangkan,
karena hal itu merupakan wujud nyata penyimpangan terhadap Islam sebagai agama,
terutama tentang paham melaksanakan salat lima waktu hanya sehari dalam
seminggu saja.Menurut kepercayaan masyarakat Kampung Naga, dengan menjalankan
adat-istiadat warisan nenek moyang berarti menghormati para leluhur atau
karuhun. Segala sesuatu yang datangnya bukan dari ajaran karuhun Kampung Naga,
dan sesuatu yang tidak dilakukan karuhunnya dianggap sesuatu yang tabu. Apabila
hal-hal tersebut dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga berarti melanggar adat,
tidak menghormati karuhun, hal ini pasti akan menimbulkan malapetaka.
Masyarakat kampung naga masih sangat
percaya adanya mahluk halus, mereka percaya adanya jurig cai, yaitu
mahluk halus yang menempati air atau sungai terutama bagian sungai yang dalam ("leuwi").
Kemudian "ririwa" yaitu mahluk halus yang senang mengganggu
atau menakut-nakuti manusia pada malam hari, ada pula yang disebut "kunti
anak" yaitu mahluk halus yang berasal dari perempuan hamil yang
meninggal dunia, ia suka mengganggu wanita yang sedang atau akan melahirkan.
Sedangkan tempat-tempat yang dijadikan tempat tinggal mahluk halus tersebut
oleh masyarakat Kampung Naga disebut sebagai tempat yang angker atau sanget.
Demikian juga tempat-tempat seperti makam Sembah Eyang Singaparna, Bumi
ageung dan masjid
merupakan tempat yang dipandang suci bagi masyarakat Kampung Naga. Tabu,
pantangan atau pamali bagi masyarakat Kampung Naga masih dilaksanakan dengan
patuh khususnya dalam kehidupan sehari-hari, terutama yang berkenaan dengan
aktivitas kehidupannya.pantangan atau pamali merupakan ketentuan hukum yang
tidak tertulis yang mereka junjung tinggi dan dipatuhi oleh setiap orang.
Misalnya tata cara membangun dan bentuk rumah, letak, arah rumah,pakaian
upacara, kesenian, dan sebagainya.
Selain itu juga banyak kesenian warisan
leluhur masyarakat Kampung Naga yang bisa
kita nikmati ada terbangan, angklung,
beluk, dan rengkong. Kesenian beluk kini sudah jarang dilakukan, sedangkan
kesenian rengkong sudah tidak dikenal lagi terutama oleh kalangan generasi muda.
Namun ada kesenian masyarakat Kampung Naga yang mempunyai pantangan atau tabu
mengadakan pertunjukan jenis kesenian dari luar Kampung Naga seperti wayang
golek, dangdut, pencak silat, dan kesenian yang lain yang mempergunakan waditra
goong.
Adapu pantangan
atau tabu yang lainnya yaitu pada hari Selasa, Rabu, dan Sabtu. Masyarakat
kampung Naga dilarang membicarakan soal adat-istiadat dan asal-usul kampung
Naga. Masyarakat Kampung Naga sangat menghormati Eyang Sembah Singaparna yang
merupakan cikal bakal masyarakat Kampung Naga. Sementara itu, di Tasikmalaya
ada sebuah tempat yang bernama Singaparna, Masyarakat Kampung Naga menyebutnya nama
tersebut Galunggung,
karena kata Singaparna berdekatan dengan Singaparna nama leluhur
masyarakat Kampung Naga.
Sistem
kepercayaan masyarakat Kampung Naga terhadap ruang terwujud pada kepercayaan
bahwa ruang atau tempat-tempat yang memiliki batas-batas tertentu dikuasai oleh
kekuatan-kekuatan tertentu pula. Tempat atau daerah yang mempunyai batas dengan
kategori yang berbeda seperti batas sungai, batas antara pekarangan rumah
bagian depan dengan jalan, tempat antara pesawahan dengan selokan, tempat air
mulai masuk atau disebut dengan huluwotan, tempat-tempat lereng bukit, tempat
antara perkampungan dengan hutan, dan sebagainya, merupakan tempat-tempat yang
didiami oleh kekuatan-kekuatan tertentu. Daerah yang memiliki batas-batas
tertentu tersebut didiami mahluk-mahluk halus dan dianggap angker atau sanget.
Itulah sebabnya di daerah itu masyarakat Kampung Naga suka menyimpan
"sasajen" (sesaji).
Kepercayaan masyarakat
Kampung Naga terhadap waktu terwujud pada kepercayaan mereka akan apa yang
disebut palintangan. Pada saat-saat tertentu ada bulan atau waktu yang dianggap
buruk, pantangan atau tabu untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang amat
penting seperti membangun rumah, perkawinan, hitanan, dan upacara adat. Waktu
yang dianggap tabu tersebut disebut larangan bulan. Larangan bulan jatuhnya
pada bulan sapar dan bulan Rhamadhan. Pada bulan-bulan tersebut dilarang atau
tabu mengadakan upacara karena hal itu bertepatan dengan upacara menyepi.
Selain itu perhitungan menentukan hari baik didasarkan kepada hari-hari naas
yang ada dalam setiap bulannya, seperti yang tercantum dibawah ini:
- Muharam (Muharram) hari Sabtu-Minggu tanggal 11,14
- Sapar (Safar) hari Sabtu-Minggu tanggal 1,20
- Maulud hari (Rabiul Tsani)Sabtu-Minggu tanggal 1,15
- Silih Mulud (Rabi'ul Tsani) hari Senin-Selasa tanggal 10,14
- Jumalid Awal (Jumadil Awwal)hari Senin-Selasa tanggal 10,20
- Jumalid Akhir (Jumadil Tsani)hari Senin-Selasa tanggal 10,14
- Rajab hari (Rajab) Rabu-Kamis tanggal 12,13
- Rewah hari (Sya'ban) Rabu-Kamis tanggal 19,20
- Puasa/Ramadhan (Ramadhan)hari Rabu-Kamis tanggal 9,11
- Syawal (Syawal) hari Jumat tanggal 10,11
- Hapit (Dzulqaidah) hari Jumat tanggal 2,12
- Rayagung (Dzulhijjah) hari Jumat tanggal 6,20
Pada hari-hari
dan tanggal-tanggal tersebut tabu menyelenggarakan pesta atau upacara-upacara
perkawinan, atau khitanan. Upacara perkawinan boleh dilaksanakan bertepatan
dengan hari-hari dilaksanakannya upacara menyepi. Selain perhitungan untuk
menentukan hari baik untuk memulai suatu pekerjaan seperti upacara perkawinan,
khitanan, mendirikan rumah, dan lain-lain, didasarkan kepada hari-hari naas
yang terdapat pada setiap bulannya.
Adalah hal
menyenangkan untuk saya bisa bercengraman langsung dengan masyarakat kampung
naga yang terkenal dengan keramahannya, meskipun agak sedikit tertutup mengenai
sejarah kampung naga tapi mereka hangat menyambut tamu yang berkunjung ke
tempat mereka. Kampung Naga adalah Aset
kebudayaan Tasikmalaya yang harus dilestarikan dan kita jaga…Kalau bukan
kita siapa lagi .
Yang pasti dengan
datang ketempat ini kita bisa lebih mencintai kebudayaan Indonesia…makannya ayo
datang ke Kampung Naga..
Komentar
Posting Komentar